Rabu, 02 Januari 2008

Bercak Hitam

larut kelam hidupnya
tak henti ia menjerit kesakitan
terawang dalam renung panjang
kembali ingatan masa silam

raut wajah penuh sesal
hidup enggan matipun segan
helai rambut tak lagi lurus
wajahnya tak lagi mulus

laksana patung ia terdiam
berharap kelam datang terang
ramai tak jadi umpan
ia tetap dalam kesepian

bercak hitam tak pernah hilang
berharap hati ingin terbang
saat hati mulai terguncang
semoga berakhir prahara kelam.

3 komentar:

akhmad fikri af mengatakan...

Waw! Ga nyangka...bagus...mana yang lainnya.

Jenderal Qi mengatakan...

Aku jadi teringat sajak-sajak "Hamzah-Fansurian"... Dan inilah yang aku cari. Kau bacalah di blog-ku tentang keresahanku kepada "sajak gelap" (klik di antologi sajak). Aku lagi seneng sajak yang nggak gelap. sajak yang bisa dinikmati oleh orang-orang; sajak yang tidak egois.
Btw, menurutku, sajakmu masih agak gelap, meski sudah dapat ditangkap; sudah tidak terlalu egois...

Jenderal Qi mengatakan...

aku jadi ingat sajak "hamzah-fansurian" hehehe...
tapi bener, aku lagi eneg sama puisi yang "gelap" dan abstrak. Aku nggak suka sama sajak yang egois, yang tidak bisa dipahami kecuali oleh si penulis. btw, sajakmu lumayan dapat dibaca arahnya, meskipun masih agak gelap... hehehe... kayak orangnya...(hehehehe).
ttg kemuguganku ama sajak gelap, baca sajakku di blog-ku (di antologi sajak)...

si yu...